Pengadaan Barang Jasa, Uang Muka, Jaminan dalam Pengadaan Barang Jasa, Buku Pengadaan, Buku Tender,Pengadaan barang, Perpres 54 tahun dan revisi/perubahan perpres 54, Pengguna Anggaran (PA), Para Pihak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP, PPHP, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Pengadaan Pelaksana Konstruksi, Pengadaan Konsultansi, Pengadaan Jasa Lainnya, Swakelola, Kebijakan Umum Pengadaan, Pengadaan Langsung, Pelelangan atau Seleksi Umum, Pengadaan atau Penunjukan Langsung, Pengadaan Kredibel, Pengadaan Konstruksi, Pengadaan Konsultan, Pengadaan Barang, Pengadaan Jasa Lainnya, Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, SKT Migas, Tenaga Ahli, HPS, Kontrak, Evaluasi, Satu/Dua Sampul dan Dua Tahap, TKDN, Sisa Kemampuan Paket, Kemampuan Dasar, Dukungan Bank, afiliasi, Konsolidasi Perpres 54 tahun 2010, e-katalog, Penipuan Bimtek e-Procurement Kasus Pengadaan Construction, Consultation, Goods, Services, Green Procurement, Sustainable Procurement, Best Practice Procurement, Supply Chain Management http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/search/label/kasus%20pengadaan

Friday, October 14, 2016

Munculnya Obat dan Vaksin Palsu Akibat Kekosongan Obat

Ketersediaan obat di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan tingkat Pertama (FKTP) masih menjadi perhatian Komisi IX DPR. Pasalnya masih banyak pasien yang harus menebus obatnya sendiri dan kekosongan ini juga yang dianggap Komisi IX memicu adanya obat dan vaksin palsu atau ilegal.

“Adanya e-Katalog menyebabkan kompetensi antar produsen obat, mereka harus banting harga dengan volume tidak ada yang tahu berapa podium yang dapat dimenangkan dalam LKPP. Padahal kita tahu 98 persen bahan obat impor dan untuk membuatnya mahal. Makanya dalam penyusunan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) harus dipahami betul,” kata Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf saat RDP dengan BPJS Kesehatan dan LKPP, di Gedung DPR, Rabu, 5 Oktober 2016.
Menurut Dede, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) perlu bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mengetahui obat yang diberlukan secara aktual.
“Mereka perlu duduk bersama untuk mencari kebutuhan nasional berapa dan akan diisi oleh apa baru di lelang, karena prdusen obat tidak akan stok bahan baku. Ini juga agar mereka tidak banting-bantingan harga atau mereka mampu membuat obat dalam waktu dekat. Salah satu permasalahannya adanya obat palsu kan karena faktor kekosongan, ini tidak boleh terjadi karena rakyat kita butuh obat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Politisi Demokrat ini mengatakan, terkait masalah BPJS masih bayak pembayaran yang terlambat juga menjadi perhatian. Karena saat ini diketahui peserta BPJS Kesehatan ada 170 juta sementara yang rutin membayar iuran hanya 40 persen. Akibatnya, BPJS terkesan mengejar popularitas ingin sebanyak-banyaknya peserta tapi tidak ada yang bayar.
“Panja BPJS dulu pernah meminta untuk fokus kepada pelayanan karena di seluruh dunia tidak ada sebanyak ini, Amerika saja hanya 45 juta peserta, jadi bisakah BPJS tidak berambisi menambah peserta tetapi perbaiki pelayanan. Memang 2019 harus seluruh warga negara Indonesia tetapi perbaiki dulu pelayanannya,

sumber : pikiran-rakyat.com

No comments:

Post a Comment