Pengadaan Barang Jasa, Uang Muka, Jaminan dalam Pengadaan Barang Jasa, Buku Pengadaan, Buku Tender,Pengadaan barang, Perpres 54 tahun dan revisi/perubahan perpres 54, Pengguna Anggaran (PA), Para Pihak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP, PPHP, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Pengadaan Pelaksana Konstruksi, Pengadaan Konsultansi, Pengadaan Jasa Lainnya, Swakelola, Kebijakan Umum Pengadaan, Pengadaan Langsung, Pelelangan atau Seleksi Umum, Pengadaan atau Penunjukan Langsung, Pengadaan Kredibel, Pengadaan Konstruksi, Pengadaan Konsultan, Pengadaan Barang, Pengadaan Jasa Lainnya, Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, SKT Migas, Tenaga Ahli, HPS, Kontrak, Evaluasi, Satu/Dua Sampul dan Dua Tahap, TKDN, Sisa Kemampuan Paket, Kemampuan Dasar, Dukungan Bank, afiliasi, Konsolidasi Perpres 54 tahun 2010, e-katalog, Penipuan Bimtek e-Procurement Kasus Pengadaan Construction, Consultation, Goods, Services, Green Procurement, Sustainable Procurement, Best Practice Procurement, Supply Chain Management http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/search/label/kasus%20pengadaan

Friday, September 6, 2013

PPHP - Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan

Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan atau sering disingkat menjadi PPHP merupakan salah satu pihak dalam pengadaan pengadaan barang/jasa pemerintah yangs sering kali tidak terlalu diperhatikan atau dipermasalahkan, namun masalahnya adalah ketika ada masalah dalam barang/jasa yang diadakan maka ada istilah umum di APH (aparat penegak hukum) yaitu kalau PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) "masuk" maka PPHP juga akan ikutan "masuk". Masuk kemana? ya tahu sendiri lah...

Tugas utama PPHP sebenarnya adalah menjadi kepanjangan tangan dari pengguna (user) untuk memastikan bahwa hasil dari pengadaan barang/jasa sudah sesuai dengan kebutuhan dari pengguna. Hasil yang sesuai dengan kebutuhan tersebut berupa kesesuaian barang/jasa dalam hal jumlah atau kuantitasnya, kualitas atau mutunya serta fungsi dan kinerja terhadap spesifikasi yang tertuang dalam kontrak.

Secara rinci tugas Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) tertuang dalam pasal 18 ayat (5) perpres 54 tahun 2010 dan perubahannya, yaitu:
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempunyai tugas pokok dan kewenangan untuk:
a.  melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai  dengan   ketentuan   yang  tercantum dalam Kontrak;
b. menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/ pengujian; dan
c. membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan.

Namun yang sering diabaikan atau dilupakan adalah tentang persyaratan dari PPHP itu sendiri, untuk menjadi pejabat atau panitia penerima hasil pekerjaan dalam perpres 54 tahun 2010 dan perubahannya yaitu perpres 70 tahun 2012 disebutkan bahwa yang dapat menjadi PPH adalah yang memiliki persyaratan sebagai berikut:

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.  memiliki integritas, disiplin dan tanggung  jawab  dalam melaksanakan tugas;
b. memahami isi Kontrak;
c. memiliki kualifikasi teknis;
d.  menandatangani Pakta Integritas; dan
e. tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara .

Point memahami isi kontrak dan memiliki kualifikasi teknis ini lah yang seringkali tidak dimiliki oleh seorang PPHP di Indonesia ini, sehingga akhirnya PPHP pun benar benar menjadi "kepanjangan tangan" dari PA yang memang panjang tangannya.

Tulisan Lainnya
Rahfan M - http://rahfanmokoginta.wordpress.com/2012/06/13/panitiapejabat-penerima-hasil-pekerjaan/
Panitia/pejabat penerima hasil pekerjaan, berdasarkan Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010, wajib ditunjuk dengan surat keputusan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran pada setiap satuan kerja setiap awal tahun bila menggunakan APBD. Namun bila menggunakan APBN, pengangkatan pengelola pengadaan (PPK, ULP yang ditunjuk oleh satker yang bersangkutan, dan PPHP) dapat diangkat dan diberlakukan tanpa mengenal batas akhir pemberlakuan anggaran (Perpres 53/2010).
Jumlah anggota PPHP disesuaikan dengan kompleksitas dan nilai pekerjaan. Untuk pengadaan barang/jasa s.d. Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) hanya pejabat dan pekerjaan bersifat sederhana dapat dilakukan oleh satu pejabat penerima hasil pekerjaan.
Semua proses serah terima pekerjaan harus diketahui (ditandatangani) oleh PPHP termasuk dalam proses pengadaan langsung, khususnya untuk pekerjaan yang menggunakan SPK sebagai dasar pembayaran. Meskipun pada prinsipnya penyerahan barang/jasa oleh Penyedia ditujukan kepada PPK.
Panitia/Pejabat pemeriksa hasil pekerjaan bertugas menerima dan memeriksa pekerjaan yang kemudian dilaporkan ke PPK. Serah terima barang/jasa selanjutnya kepada PA/KPA dilakukan oleh PPK (pasal 11 ayat (1) huruf g).
PPHP hanya bertugas untuk memastikan barang/jasa yang diterima sesuai dengan spesifikasi dan waktu yang sudah ditetapkan sebagaimana ketentuan di dalam kontrak beserta lampirannya. BA Serah Terima tersebut selanjutnya diserahkan ke PPK untuk ditindaklanjuti. Bilamana terdapat indikasi adanya mark up, dapat disampaikan kepada aparat pemeriksa internal disertai dengan bukti yang cukup.
Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) bertugas memeriksa dan menerima penyerahan barang/jasa dari penyedia untuk setiap paket sesuai yang tercantum didalam kontrak. Pemeriksaan barang tidak harus dilakukan sekaligus pada akhir kegiatan. Tetapi dapat dilakukan secara bertahap. Misalnya untuk acara seminar di hotel, pemeriksaan jasa akomodasi dapat dilakukan pada akhir acara tetapi pemeriksaan seminar kit dilakukan sebelum acara dimulai, karena seminar kit tersebut sudah habis dibagikan pada akhir acara. Di samping itu PA/KPA harus menyediakan anggaran yang cukup untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dari PPHP tersebut.
Berita acara dibuat pada waktu penyerahan barang/jasa dari Penyedia kepada Panitia/Pejabat pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP). Keterlambatan penyerahan pekerjaan karena kesalahan pengguna barang (PPK/PPHP), maka penyedia tidak dikenakan denda. Oleh karena itu jadwal serah terima pekerjaan harus disepakati terlebih dahulu antara pengguna (PPK/PPHP) dengan penyedia dengan memperhatikan ketentuan yang ada di dalam kontrak.
Tugas Panitia Pemeriksa Barang sama dengan tugas serta kewenangan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan. Bila memungkinkan nama dengan istilah pada Pepres No.54 Tahun 2010 saja yang digunakan. Namun bila hal tersebut bermasalah dengan pencairan honor dapat digunakan istilah lama untuk sementara waktu hingga dilakukannya perubahan istilah di DIPA (revisi POK), tidak masalah menunjuk orang yang sama untuk kedua kepanitiaan tersebut.
Penyerahan barang/jasa dilakukan oleh Penyedia Barang Jasa. Namun penyerahan pekerjaan tersebut kepada PPK baru dapat dilakukan bilamana disetujui Panitia/Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan adalah Penyedia Barang/Jasa.
PPHP tidak hanya memeriksa pekerjaan tetapi juga mencantumkannya didalam berita acara pemeriksaan, sehingga PPHP tetap melakukan penerimaan pekerjaan walaupun untuk nilai sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Untuk nilai tersebut (tidak menggunakan SPK), PPHP dapat mencantumkan persetujuan atas serah terima tersebut di dalam kuitansi yang ditandatangani oleh PPK.
PPHP bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan dari Penyedia dan menuangkannya didalam Berita Acara Serah Terima Barang. Kemudian PPHP menyerahkan hasil pekerjaan tersebut kepada PPK. PPHP hanya bertanggung-jawab pada proses pemeriksaan dan penerimaan hasil pekerjaan saja.
Pembayaran honor PPHP dapat menggunakan honor pejabat pemeriksa barang, jika tugas dan wewenang pejabat pemeriksa sama dengan PPHP. Hal ini digunakan untuk sementara waktu hingga dilakukannya perubahan istilah di DIPA (revisi POK).
Pejabat penyimpan dan pengurus barang tidak diatur dalam Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010. Jika jabatan tersebut dibutuhkan sesuai dengan ketentuan perundang undangan, maka satker dapat mengangkat pejabat tersebut. Pejabat penyimpan dan pengurus barang tidak terkait dalam proses pengadaan barang jasa. Mengingat proses pengadaan barang dan jasa dinyatakan selesai jika telah dilakukan pembayaran pekerjaan/masa pemeliharaan berakhir. Penyimpanan dan pengurusan hasil pengadaan tidak lagi menjadi tugas PPK, melainkan merupakan tugas user atau pengguna barang.
Mekanisme pemeriksaan hasil pekerjaan dapat mengacu kepada Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 maupun ketentuan Permendagri No. 17/2007, sepanjang kedua aturan tersebut tidak bertentangan. Dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara kedua peraturan tersebut, maka gunakan peraturan yang lebih tinggi.
Jumlah anggota PPHP disesuaikan dengan kompleksitas dan nilai pekerjaan. Untuk pengadaan barang/jasa yang bersifat sederhana dapat dilakukan oleh satu pejabat penerima hasil pekerjaan.
Penerimaan barang dilakukan setelah ada persetujuan dari PPHP. PPHP tidak boleh menerima barang yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak. PPHP merekomendasikan kepada PPK untuk mengganti barang tersebut. Dengan demikian PPK tidak boleh menandatangani SPP kalau PPHP dan barang yang diperjanjikan tidak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.

Dari: Riswanto Kemenag http://riswantokemenag.blogspot.com/2014/08/tugas-dan-tangung-jawab-pphp.html
TUGAS DAN TANGUNG JAWAB PPHP
PPHP / Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah salah satu pihak dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang sangat menentukan apakah hasil dari pengadaan barang/jasa tersebut sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak/perjanjian antara penyedia dengan PPK atau tidak, walaupun kedudukan atau keberadaan PPHP tidak terlalu diperhaikan dan dipermasalahkan dalam sebuah instansi, tetapi tugas dan tanggung jawab PPHP sangat berat.
Tugas utama PPHP sebagaimana dalam pasal 18 Perpres 54 tahun 2010 dan perubahannya adalah melakukan pemeriksaan/ Pengujian hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa sesuai yang tercantum alam dokumen kontrak, yang mencakup kesesuaian jenis, spesifikasi teknis, jumlah/volume/kuantitas, mutu/ kualitas, waktu dan tempat penyelesaian pekerjaan apakah sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak atau tidak, serta membuat bertia acara hasil pemeriksaan dan pengujian tersebut.
Sehingga seorang PPHP harus memahami setiap spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan dan memahami setiap jenis-jenis kontrak yang digunakan. Apabila didalam pemeriksaan/pengujian dibutuhkan tenaga tekins maka KPA dapat membentuk Tim teknis/ Menunjuk Tenaga Ahli untuk membantu Tugas PPHP (pasal 18 ayat 6 an 7 Perpres 70 tahun 2012) Di dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, ketentuan Pasal 18 ayat (4) huruf e disebutkan bahwa syarat syarat PPHP adalah:
PA/KPA menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Anggota Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (2), anggota Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD atau Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dapat berasal dari bukan pegawai negeri. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas; memahami isi Kontrak; memiliki kualifikasi teknis; menandatangani Pakta Integritas; dan tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara.
Tidak ada syarat khusus dalam pasal tersebut sebagai seorang PPHP (misalnya harus bersertifikat dll,) bahkan seorang PPHP hanya dilarang menjabat sebagai PPSPM dan bendahara, banyak pertannyaan pada satuan kerja pada Madrasah Negeri (MAN, MTsN dan MIN) Apakah boleh PPHP dijabat rangkap oleh PPK atau Pejabat Pengadaan/ Panitia Pengadaan/ anggota Pokja, atau anggota ULP, karena larangan dalam Peraturan Presiden tersebut hanyalah dilarang dirangkap oleh PPSM atau Bendahara. Kalau berdasarkan aturan Perpres memang hal tersebut tidak dilarang, tetapi dari segi etika pengadaan, saya berpendapat itu kurang tepat, karena dapat menimbulkan konflik of interest / pertentangan kepentingan, sorang pejabat pengadaan memeriksa barang yang diadakan sendiri, seorang PPK memeriksa barang yang dia kontrakan sendiri, ya bisa kita pikir sendiri seandianya hal tersebut terjadi????
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI OLEH PPHP.
Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh PPHP baik masalah itu dapat berampak hukum (karena merugikan negara) maupun masalah yang berdampak melanggar administrasi, permasalahan tersebut diantaranya :
Sebagaimana disebutkan dalam Perpres 54 tahu 2010 tugas PPHP adalah menguji dan memeriksa kualitas serta kauntitas barang/ jasa yang di hasilkan dari proses tersebut, PPHP tidak ada tugas untuk mengkritisi kelebihan harga, asalkan spesifikasi, jenis, jumlah sesuai yang tercantum dalam kontrak dan diuji sudah berfungsi dengan baik, datang tepat waktu maka PPHP wajib membuat berita acara pemeriksaan barang tersebut dan menyatakan pekerjaan telah selesai dikerjakan. namun ada beberapa kasus pengadaan barang apabila dilihat harganya tidak wajar, ada terjadi kelebihan harga / Markup harga, apabila di cek dari harga pasaran, baik memalui internet atau memalaui toko-toko penjual barang, hal ini kadang terjadi masalah bagi PPHP apabila dalam pemeriksaan auditor menganggap ini sebagai temuan yang dikategorikan merugikan negara, maka posisi PPHP sebagai pihak yang menerima pekerjaan sedikit banyak akan dikait-kaitkan dari masalah tersebut, walaupun sesungguhnya kesalahan tersebut kemungkinan terjai karena HPS yang dibuat PPK terlalu tinggi, kemudian Pejabat pengadaan/ Pokja ULP tidak melakukan kaji ulang terhadap HPS yang dibuat oleh PPK, proses pengadaan secara pengadaan langsung, sehingga tidak ada persaingan.
Masalah yang kedua adalah PPHP merupakan tugas tambahan bukan tugas pokok dari seorang pegawai, apabila PPHP tersebut melaksanakan dinas luar/ keluar kota dalam hal melaksanakan tugas yang berkaitan dengan tupoksinya sebagai seorang pegawai sesuai dengan jabatannya, maka apabila proses pengadaan barang/jasa yang telah selesai pada tanggal PPHP tersebut akan terjadi kesulitan dalam hal pemeriksaan, apabila dibuat berita acara pada hari tersebut PPHP tidak ada di tempat, dan apabila di buat berita acara setelah PPHP pulang dari dinas luar maka, akan terjadi keterlambatan dalam berita cara penyelesaian pekerjaan, sehingga penyedia wajib dikenakan dena, yang itu tidak mungkin dapat diterima oleh penyedia karena bukan kesalaan pada penyedia. ada solusi untuk memecahkan masalah tesebut misalnya dengan mempercayakan tugas PPHP kepada seorang teman yang dapat dipercaya untuk memeriksa barang pada saat datang, dan pada saat PPHP pulang dari dinas luar baru barang tersebut baru diperiksa oleh PPHP untuk memasitikan keseuaian barang dengan kontrak, setelah sesuai baru dibuat berita acara dengan tanggal pada saat barang datang (mengambil langkah yang lebih aman walaupun secara administrasi itu tidak dapat dibenarkan). Dan setelah itu baru diproses pencairannya.
Masalah ketiga, PPHP tdak pernah mengikuti kronologi pengadaan dari awal, mulai dari apa yang dilakukan PPK dari survey harga, menentukan spesifikasi teknis dan membut HPS, samapi dengan proses pada pejabat pengadaan/ ULP, PPHP hanya tahu setelah pekerjaan selesai, kemudian memeriksa apakah barang sesuai dengan kontrak/ tidak. apabila terjadi kasus perbedaan antara barang/jasa yang disediakan oleh penyedia tidak sesuai dengan yang teruang didalam kontrak, maka PPHP tidak akan mau membuat berita acara yang menyatakan pekerjaan sudah selesai dengan baik, pada saat terjadi hal yang demikian yang sering terjadi adalah, bukan barangnya yang diganti untuk menyesuaikan spesifikasi yang ada pada dokumen kontrak, tapi kebanyakan dokumen kontraknya yang diganti menyesuaikan barang yang ada, tetapi harga masih tetap sama. Secara persis PPHP tiak tahu mana yang salah karena memang tidak mengetahui kronologinya, setelah kontrak dan spesifikasi diperbaiki/ disesuaikan dengan barang maka mau tidak mau PPHP harus membuat berita acara pemeriksaan dan menyatakan bahwa barang yang ada sudah sesuai dengan dokumen kontrak.
Itulah resiko seorang PPHP, sering tidak dianggap dalam proses pengadaan, tetapi tanggungjawabnya sangat besar, PPSPM, Benahara dan PPK mencairkan uang dengan acuan sudah diperiksa PPHP, sehingga keputusan PPHP untuk menyatakan sesuai / tidaknya barang tersebut dengan kontrak sangat menentukan.