Pengadaan Barang Jasa, Uang Muka, Jaminan dalam Pengadaan Barang Jasa, Buku Pengadaan, Buku Tender,Pengadaan barang, Perpres 54 tahun dan revisi/perubahan perpres 54, Pengguna Anggaran (PA), Para Pihak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP, PPHP, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Pengadaan Pelaksana Konstruksi, Pengadaan Konsultansi, Pengadaan Jasa Lainnya, Swakelola, Kebijakan Umum Pengadaan, Pengadaan Langsung, Pelelangan atau Seleksi Umum, Pengadaan atau Penunjukan Langsung, Pengadaan Kredibel, Pengadaan Konstruksi, Pengadaan Konsultan, Pengadaan Barang, Pengadaan Jasa Lainnya, Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, SKT Migas, Tenaga Ahli, HPS, Kontrak, Evaluasi, Satu/Dua Sampul dan Dua Tahap, TKDN, Sisa Kemampuan Paket, Kemampuan Dasar, Dukungan Bank, afiliasi, Konsolidasi Perpres 54 tahun 2010, e-katalog, Penipuan Bimtek e-Procurement Kasus Pengadaan Construction, Consultation, Goods, Services, Green Procurement, Sustainable Procurement, Best Practice Procurement, Supply Chain Management http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/search/label/kasus%20pengadaan

Monday, August 18, 2014

Kondisi Pengadaan Barang Jasa di Inidonesia

Banyaknya kasus penyimpangan pengadaan barang dan jasa pemerintah membuat para pelaku pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi galau. Ada ketidak pastian yang dirasakan oleh para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang atau jasa pemerintah. Para pelaksana kebijakan di lapangan sangat merasakan tekanan yang kuat atas beban kerja dan lingkungan yang kurang kondusif. Tekanan yang dirasakan semakin kuat manakala kompetensi mereka tidak mencukupi sesuai dengan tuntutan kerja. Sayangnya mereka juga tidak mengetahui kalau mereka tidak tahu apa yang harus dimiliki sebagai bekal untuk melaksanakan pengadaan. Bagi para pembina, baik regulator, pendamping atau bahkan instruktur, ketidak pastian juga semakin dirasakan karena empati kepada rekan-rekan mereka pelaksana kebijakan yang menghadapi berbagai kasus.


Dalam era transaksi digital, pelaku pengadaan akan cenderung menjadi pelaku yang terdikte oleh prosedur dalam sistem pengadaan secara elektronik. Dengan adanya prosedur yang ketat dan sistem elektronik yang baku, para pelaksana kebijakan seolah-olah merasa aman dalam melaksanakan pengadaan. Namun pada kenyataannya, proses pengadaan yang menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) masih banyak memunculkan kasus-kasus sengketa dan pidana. Secara kontradiktif, dengan adanya prosedur yang semakin lengkap dan penggunaan SPSE para pelaksana kebijakan merasa bahwa tuntutan untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang lebih mumpuni dalam pengadaan barang atau jasa diturunkan. Mereka merasa ada jaminan dari prosedur sepanjang diikuti atau dari sistem selama dipatuhi bahwa pengadaan yang dilakukan otomatis akan efektif dan efisien serta aman. Di sisi lain para pembina (regulator, pendamping dan instruktur) juga cukup merasa nyaman kalau sudah mendorong para pelaksana kebijakan untuk mengikuti prosedur dan sistem yang baku dan baru disempurnakan. Kesemuanya pada kenyataannya tidak menjamin berkurangnya kasus-kasus pengadaan secara signifikan.

Kedua kondisi diatas menunjukkan sangat rawannya bagi para pihak dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Auditor, pengamat atau aparat penegak hukum akan sangat mudah mendapatkan kesalahan-kesalahan para pelaksana dalam melaksanakan pengadaan. Para pengamat juga akan dengan mudah melihat kekurangan- kekurangan dari peraturan dan sistem yang digunakan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.


Kondisi-kondisi diatas mengharuskan kita berpikir bahwa ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak sejalan dengan substansi dan tujuan pengadaan barang dan jasa yang sebenarnya. Sangat disayangkan, ditengah semakin majunya sistem secara elektronik dan berkembangnya peraturan masih banyak para pihak dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah tidak menyadari substansi dan tujuan dari pengadaan barang dan jasa itu sendiri.