Pengadaan Barang Jasa, Uang Muka, Jaminan dalam Pengadaan Barang Jasa, Buku Pengadaan, Buku Tender,Pengadaan barang, Perpres 54 tahun dan revisi/perubahan perpres 54, Pengguna Anggaran (PA), Para Pihak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP, PPHP, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Pengadaan Pelaksana Konstruksi, Pengadaan Konsultansi, Pengadaan Jasa Lainnya, Swakelola, Kebijakan Umum Pengadaan, Pengadaan Langsung, Pelelangan atau Seleksi Umum, Pengadaan atau Penunjukan Langsung, Pengadaan Kredibel, Pengadaan Konstruksi, Pengadaan Konsultan, Pengadaan Barang, Pengadaan Jasa Lainnya, Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, SKT Migas, Tenaga Ahli, HPS, Kontrak, Evaluasi, Satu/Dua Sampul dan Dua Tahap, TKDN, Sisa Kemampuan Paket, Kemampuan Dasar, Dukungan Bank, afiliasi, Konsolidasi Perpres 54 tahun 2010, e-katalog, Penipuan Bimtek e-Procurement Kasus Pengadaan Construction, Consultation, Goods, Services, Green Procurement, Sustainable Procurement, Best Practice Procurement, Supply Chain Management http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/search/label/kasus%20pengadaan

Friday, March 31, 2017

60 persen kerugian negara dari Pengadaam

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa 60 persen kerugian negara bersumber dari proses dan mekanisme pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.54 Tahun 2010 atau Perpres No.70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah.

Dalam diskusi yang digelar KPK, jaksa yang bertugas pada lembaga antirasuah tersebut, Yadyn mencontohkan potensi kerugian negara dari program pemberian pengobatan gratis kepada masyarakat melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai Rp 500 miliar setiap triwulan.

"Kerugian negara dari pengadaan barang dan jasa di Indonesia sampai 60 persen lebih," ungkapnya saat menjadi pembicara dalam acara diskusi KPK, Rabu (29/3).

Menurutnya, berdasarkan kasus yang selama ini ditangani KPK, modus penyelewengan dari pengadaan barang dan jasa adalah membuat pengadaan tersebut dianggarkan secara berlanjut setiap tahunnya atau dikenal dengan istilah multi years (tahun jamak).

"Kontrak anggaran tahun jamak adalah bancanakan paling besar. Dalam satu kasus (yang ditangani KPK), bisa mencapai Rp 400 miliar," ungkapnya.

Ia mencontohkan kasus korupsi pembangunan dermaga sabang tahun 2004-2011. Pembangunan dermaga ikan tersebut direkayasa dengan mengatur pemenang dan pendamping lelang, yaitu Nindya Sejati JO dengan nilai kontrak RP 7.105.810.000.

Kemudian, belum juga pembangunan dilakukan, terjadi bencana tsunami di Aceh. Selanjutnya, pada tahun 2006, dengan alasan satu kesatuan konstruksi kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) menunjuk langsung Nindya Sejati JO sebagai pelaksana pengerjaan konstruksi dermaga ikan BPKS Sabang.

Anggaran yang dibuat kontrak tahun jamak, membuat pada tahun 2007 kembali direncanakan pembangunan dermaga kontainer BPKS Sabang. Kemudian, dengan alasan masih satu kesatuan pekerjaan dengan pembangunan tahun 2006 maka kembali Nindya Sejati JO ditunjuk sebagai pelaksana pengerjaan konstruksi.

Selain itu, lanjutnya, yang kerap terjadi adalah penunjukan langsung. Jadi, pengadaan barang dan jasa tidak melalui proses tender. Modusnya dengan memecah proyek pengadaan menjadi bagian-bagian kecil. Mengingat, tunjuk langsung tidak diperbolehkan untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp 200 juta.

Walaupun, Yadyn mengungkapkan bahwa skema penunjukan langsung diperbolehkan tanpa adana payung hukum tertentu, dengan syarat dalam kondisi mendesak, seperti terjadi bencana.

"Hanya saja yang kerap terjadi, setelah bencana masih dilakukan (tunjuk langsung). Padahal, bencana sudah teratasi," ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan kegiatan yang sangat rawan penyimpangan. Meskipun, mekanismenya sudah diawasi oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), dengan program e-procurement.

Namun, dipaparkannya bahwa penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah tak hanya melalui permainan kontrak tahun jamak. Melainkan, bisa dalam bentuk pemalsuan, seperti dalam spesifikasi bahan. Kemudian, pemberian suap, penggelapan, pemerasan, penyalahgunaan wewenang, nepotisme dan yang lainnya.

Untuk itu, ia mengungkapkan setidaknya ada 16 tahapan yang harus diperhatikan dalam proses pengadaan barang dan jasa, mulai dari perencanaan pengadaan, penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), pengumuman pelelangan, penjelasan, pengumuman dan penunjukkan pemenang lelang, penandatanganan kontrak hingga pembayaran. Penyimpangan bisa terjadi dalam 16 tahapan tersebut.

No comments:

Post a Comment