“Vaksin reguler yang beredar mayoritas adalah dibeli di e-katalog
pada produsen itu resmi, yang dibeli di luar itu minoritas. Kita mengimbau pengadaan seyogyanya dari produsen resmi dan dari distributor resmi,” ujar Maura dalam konfrensi pers di Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Jumat (24/6/2016).
Maura menyebut vaksin reguler yang saat ini beredar mayoritas dibeli melalui e-katalog. Tapi kata dia, masih ada pihak rumah sakit yang membeli melalui produsen langsung. E-katalog hanya salah satu cara dalam pengadaan obat. Membeli langsung lewat produsen, jelas dia, juga tidak lantas jadi ilegal.
“Bisa juga membeli melalui PBF (Pedagang Besar Farmasi). Nama PBF, alamatnya di mana bisa dilihat melalui website Kemenkes kalau semua sudah diikuti dapat vaksin palsu sangat kecil,” pungkas Maura.
Ke depan tak cuma pembelian vaksin, tapi pembelian obat lainnya juga bakal dilakukan melalui e-katalog. Hal ini supaya mencegah terjadinya pemalsuan obat.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri menangkap 10 orang pemalsu vaksin. Hasil pengembangan mengungkap tiga kelompok produsen vaksin palsu yang tidak saling mengenal satu sama lain.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigjen Pol Agung Setya menyampaikan, awalnya polisi menangkap J pada 16 Juni. J adalah pemilik Toko Azca Medical di Bekasi, Jawa Barat.
Berdasarkan keterangan J, polisi menemukan tiga titik yang diduga menjadi tempat meracik vaksin palsu, yakni di Jalan Serma Hasyim, Bekasi Timur; Puri Hijau Bintaro; dan Kemang Regency, Jakarta Selatan.
Dari tiga lokasi itu, polisi meringkus sembilan orang, terdiri dari lima produsen, dua kurir, satu pencetak label, dan satu penjual. Vaksin palsu itu, lanjut Agung, didistribusikan di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Agung menjelaskan, salah satu pelaku lulusan Akademi Keperawatan.
sumber : harian Aceh
No comments:
Post a Comment