Berita dari www.MedanBisnisdaily.com - Jakarta. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional memastikan nilai proyek infrastruktur yang akan ditawarkan untuk didanai oleh pinjaman luar negeri senilai 35 miliar dolar AS atau Rp465,5 triliun dari total nilai Rencana Pinjaman/Hibah Luar Negeri (DRPHLN) atau Blue Book 2015-2019 sebesar 38 miliar dolar AS.
"Untuk proyek infrastruktur, dari hasil perumusan, mencakup 92 persennya atau 35 miliar dolar AS," kata Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Wismana Adi Suryabrata di Jakarta, Jumat (3/7).
"Untuk proyek infrastruktur, dari hasil perumusan, mencakup 92 persennya atau 35 miliar dolar AS," kata Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Wismana Adi Suryabrata di Jakarta, Jumat (3/7).
Wismana menjelaskan, pengadaan proyek infrastruktur itu mencakup proyek waduk, jalan, jembatan, pembangkit dan transmisi listrik, air minum, pengolahan sampah, dan juga beberapa infrastruktur sosial.
Sebagian besar, proyek infrastruktur dalam DRPHLN itu atau 50 persennya di bawah kendali Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sisanya ditangani Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, dan beberapa kementerian teknis lainnya.
Dia menjelaskan, pemerintah cukup selektif memilih proyek yang dapat didanai pinjaman luar negeri. Selain proyek tersebut merupakan proyek prioritas yang membutuhkan kepastian keberlanjutan pembiayaan, pinjaman luar negeri juga dipertimbangkan terhadap proyek yang mayoritas menggunakan bahan baku impor.
Menurut Wismana, paling cepat semua proyek yang menggunakan pinjaman ini akan mulai dikerjakan tahun depan. Tahun ini, saat DRHPLN atau Blue Book itu dirilis, pemerintah akan menawarkan dahulu kepada mitra asing, baik itu lembaga multilateral maupun bilateral.
"Selanjutnya jika ada kecocokan, kita akan bicarakan lebih lanjut, eksekusi proyeknya paling cepat 2016," katanya.
Hingga saat ini, ujar Wismana, tiga lembaga multilateral yakni World Bank, Asian Development Bank dan Islamic Development Bank sudah melakukan penawaran untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
World Bank menjadi lembaga dengan penawaran terbesar yakni 14 miliar dolar AS. "Kedua ADB dan selanjutnya IDB," katanya.
IDB dalam kesepakatan kerja sama Kerangka Kemitraan Strategis Negara Anggota dengan Indonesia menawarkan pinjaman lima miliar dolar AS.
Selain tiga lembaga keuangan multilateral tersebut, tidak tertutup kemungkinan penawaran akan datang dari bank infrastruktur Asia yang digagas Tiongkok, yakni Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).
BUMN melalui LKPP
Sementara Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago meminta Badan Usaha Milik Negara menggunakan mekanisme pengadaan melalui elektronik yang dimiliki Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa.
Menurut Andrinof, terutama untuk proyek-proyek dari pemerintah yang dikerjakan BUMN, pembelian barang dan jasanya harus menggunakan mekanisme elektornik melalui LKPP.
"Beberapa hal dalam pengadaan BUMN itu harus dilihat, jika ada yang patut diwajibkan melalui LKPP, harus diwajibkan, seperti dalam kontrak karya misalnya," ujarnya.
Andrinof mengatakan, pihaknya dan LKPP akan menyusun rancangan ketentuan tersebut yang akan diusulkan dalam bentuk Peraturan Presiden. Andrinof mengaku sudah meminta Kepala LKPP yang baru terpilih Agus Prabowo untuk meninjau ulang sejumlah peraturan-peraturan pengadaan barang dan jasa yang memerlukan fleksibilitas.
Sementara Agus mengatakan pihaknya segera menindaklanjuti kajian tersebut. Langkah pertama, kata dia, LKPP akan melakukan sinkronisasi kebijakan dengan peraturan di Kementerian BUMN.
Untuk pengadaan barang dan jasa Kementerian/Lembaga, Agus mengatakan tingkat efisiensi yang diperoleh bisa mencapai 11 persen dari total belanja barang dan jasa selama 2015 atau sekitar Rp860 triliun.