Pengadaan Barang Jasa, Uang Muka, Jaminan dalam Pengadaan Barang Jasa, Buku Pengadaan, Buku Tender,Pengadaan barang, Perpres 54 tahun dan revisi/perubahan perpres 54, Pengguna Anggaran (PA), Para Pihak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP, PPHP, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Pengadaan Pelaksana Konstruksi, Pengadaan Konsultansi, Pengadaan Jasa Lainnya, Swakelola, Kebijakan Umum Pengadaan, Pengadaan Langsung, Pelelangan atau Seleksi Umum, Pengadaan atau Penunjukan Langsung, Pengadaan Kredibel, Pengadaan Konstruksi, Pengadaan Konsultan, Pengadaan Barang, Pengadaan Jasa Lainnya, Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, SKT Migas, Tenaga Ahli, HPS, Kontrak, Evaluasi, Satu/Dua Sampul dan Dua Tahap, TKDN, Sisa Kemampuan Paket, Kemampuan Dasar, Dukungan Bank, afiliasi, Konsolidasi Perpres 54 tahun 2010, e-katalog, Penipuan Bimtek e-Procurement Kasus Pengadaan Construction, Consultation, Goods, Services, Green Procurement, Sustainable Procurement, Best Practice Procurement, Supply Chain Management http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/search/label/kasus%20pengadaan

Monday, September 3, 2018

Pengadaan bibit kopi di Mamasa 2018

https://fajar.co.id/2018/09/02/jaksa-dalami-dugaan-korupsi-pengadaan-1-juta-bibit-kopi-di-mamasa/

Penyelidik bidang tindak pidana khusus (Pidsus) Kejati Sulsel, kini terus mendalami dugaan korupsi pengadaan 1 juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa.

Dalam proyek tersebut ditemukan dugaan telah terjadi indikasi mark up harga. Pada harga bibit kopi ditemukan ada selisih harga yang dianggap tidak wajar atau kemahalan.

“Kasus ini masih sementara kita dalami,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin, Minggu (2/9/2018).

Proyek pengadaan satu juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa pada Tahun 2015, diketahui dimenangkan oleh PT. SR. Selain adanya indikasi mark up dalam proyek tersebut. Diduga juga pengadaan bibit tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertera dalam dokumen lelang.
Dimana dalam dokumen lelang di sebutkan pangadaan kopi dengan anggaran Rp9 miliar (Nilai HPS) tersebut, disebutkan bahwa bibit kopi unggul harus berasal dari uji laboratorium dengan spesifikasi Somatic Embrio (SE).


Namun dari 1 juta bibit kopi yang didatangkan dari Jember tersebut, terdapat sekitar 500 ribu bibit kopi, yang diduga dari hasil stek batang pucuk kopi yang dikemas di dalam plastik dan dikumpulkan di daerah Sumarorong Kabupaten Mamasa.

Biaya produksi dari bibit labolatorium itu berkisar Rp4.000 sedangkan biaya produksi yang bukan dari laboratorium atau hasil stek itu hanya Rp1.000. Sehingga terjadi selisih harga yang lumayan besar.

“Tentu saja kita masih mengumpulkan, datanya dulu. Masih terlalu dini kalau langsung menyimpulkannya,” pungkasnya.

Diketahui pula pihak rekanan PT. SR diduga mengambil bibit dari pusat penelitian kopi dan kakao (PUSLITKOKA) Jember.

Sebagai penjamin suplai dan bibit, disinyalir bibit dari Puslitkoka tersebut merupakan hasil dari stek

No comments:

Post a Comment