Pengadaan Barang Jasa, Uang Muka, Jaminan dalam Pengadaan Barang Jasa, Buku Pengadaan, Buku Tender,Pengadaan barang, Perpres 54 tahun dan revisi/perubahan perpres 54, Pengguna Anggaran (PA), Para Pihak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP, PPHP, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Pengadaan Pelaksana Konstruksi, Pengadaan Konsultansi, Pengadaan Jasa Lainnya, Swakelola, Kebijakan Umum Pengadaan, Pengadaan Langsung, Pelelangan atau Seleksi Umum, Pengadaan atau Penunjukan Langsung, Pengadaan Kredibel, Pengadaan Konstruksi, Pengadaan Konsultan, Pengadaan Barang, Pengadaan Jasa Lainnya, Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, SKT Migas, Tenaga Ahli, HPS, Kontrak, Evaluasi, Satu/Dua Sampul dan Dua Tahap, TKDN, Sisa Kemampuan Paket, Kemampuan Dasar, Dukungan Bank, afiliasi, Konsolidasi Perpres 54 tahun 2010, e-katalog, Penipuan Bimtek e-Procurement Kasus Pengadaan Construction, Consultation, Goods, Services, Green Procurement, Sustainable Procurement, Best Practice Procurement, Supply Chain Management http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/search/label/kasus%20pengadaan

Saturday, February 8, 2014

Johan Budi - tidak boleh rangkap jabatan dalam Pengadaan

Sudah menjadi rahasia umum, sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) merupakan “lahan basah” tempat ‘jamur’ korupsi tumbuh dengan subur. Menurut data dari Indonesia Procurement Watch, sekitar 70 persen praktik korupsi bersumber dari ranah PBJ, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini tentu lebih menarik lagi, kalau kita lihat postur APBN 2013 lalu, dimana pemerintah menganggarkan Rp370 triliun untuk pengadaan barang dan jasa.

Langkah pemerintah untuk membasmi korupsi di sektor ini, diawali dengan membuat sistem dan unit kerja Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Hingga saat ini, LPSE telah diterapkan di 344 instansi pusat dan daerah di 31 provinsi.



Namun, hal ini belum optimal meski sistem online ini sudah diterapkan hampir di semua kementerian dan lembaga. Faktanya, masih ada kasus yang mencuat dari sektor ini. Yang paling anyar, pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten dan kasus pencetakan Al-Quran di Kementerian Agama.

Fungsional Pengadaan Barang & Jasa KPK, Budi Haryanta mengatakan bahwa tujuan dibuatnya LPSE yakni meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat. “LPSE juga memperbaiki tingkat efisiensi yang sebelunya masih menggunakan sistem konvensional,” katanya.

Untuk membangun pengadaan yang kapabel, kata Budi, setidaknya ada enam pilar, yaitu people, process, technology, strategy, governance dan organizational interface. “Tiga pertama itu sangat penting,” tegas Budi. Soal teknologi, sejatinya sudah diterapkan melalui sistem e-procurement lewat LPSE. Begitu pula dengan proses, telah memiliki payung hukum yang jelas dan telah memerinci seluruh tahapan pengadaan itu.

Soal kebocoran korupsi yang masih terjadi seperti dua kasus di atas, Budi menekankan bahwa LPSE hanyalah sebuah perangkat. “Secanggih apapun teknologinya, sekomplet apapun aturannya, sepanjang SDM-nya masih bermasalah, potensi korupsi di pengadaan barang dan jasa akan tetap ada,” katanya. Yang dia sesalkan, pembangunan kompetensi SDM tidak segencar upaya membangun sistem teknologi dan aturan yang ada.

Sebagai pengetahuan, Budi menjelaskan mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan. Pertama, di sebut pengguna anggaran, setingkat menteri (kementerian) atau pimpinan/komisioner (lembaga/badan/komisi Negara). Kedua, kuasa pengguna anggaran (KPA) atau pejabat yang ditetapkan pengguna anggaran untuk menggunakan APBN. “Kalau di kementerian biasanya dilimpahkan ke sekjen.”

Ketiga, pejabat pembuat komitmen (PPK) yang menetapkan spesifikasi teknis barang atau jasa, harga penetapan sendiri (HPS), serta merancang dan menandatangani kontrak. Keempat, unit layanan pengadaan (ULP) yang akan melakukan pelalangan dari awal sampai akhir.

Yang paling penting, setiap orang tidak boleh rangkap jabatan. “Kalau di KPK tidak ada seperti itu. Harus orang yang berbeda.”

Selain itu, sebagai pejabat pengadaan, kata Budi, juga harus menguasai seluk-beluk barang atau jasa yang dilelang. Ini penting, lanjut dia, sebab, vendor bisa menyetir spesifikasi di luar kebutuhan yang seharusnya sehingga berpotensi terjadinya penggelembungan dana dan ketidakefisienan.

Idealnya, harap Budi, setiap sumber daya yang terlibat dalam pengadaan, haruslah seorang profesional yang fokus pada tugasnya. “Bukan pekerjaan sampingan sehingga tidak bisa maksimal dalam melaksanakan tugas itu. Karena tanggung jawabnya besar,” kata dia.