Pembenahan jalur distribusi kapas impor yang masuk ke Indonesia sebagai bagian dari pengadaan kapas nasional mendesak dilakukan. Langkah ini dianggap penting menyusul tidak menentunya harga komoditi kapas, kualitas kapas yang jauh dari harapan serta tidak adanya jaminan pasokan bagi pelaku industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Tanah Air.
Kondisi ini menurut Ernovian G Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), terjadi karena selama ini pola pengadaan kapas nasional masih didominasi impor yang diperoleh lewat perantara.
Akibatnya, pelaku industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) harus membeli kapas dari para broker dengan harga tinggi. Padahal sekitar 95 persen kebutuhan kapas untuk industri tekstil tergantung impor.
"Pola pengadaan impor kapas di Indonesia masih didominasi impor langsung shipper dari luar negeri sekitar 60 persen, lalu 30 persen dari gudang di Malaysia dan sisanya, 10 persen, retailer yang melakukan impor untuk dijual lagi," beber Ernovian dalam siaran pers yang diterima JPNN, Senin (15/6).
Panjangnya rantai impor kapas ini membuat harga bahan baku tekstil ini menjadi tinggi ketika sampai end user. Itu sebabnya API, mendesak agar segera memindahkan kapas dari gudang di Malaysia ke gudang di Indonesia agar biaya logistik, terutama biaya transportasi dan gudang bisa ditekan.
Keinginan API ini tampaknya seiring dengan program prioritas Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang akan membangun bufferstock bagi industri TPT.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Harjanto mengatakan saat ini sedang dilakukan tahap pembangunan gudang di Cikarang Dry Port.
“Pembangunan gudang ini merupakan bagian dari prioritas program Kemenperin membangun bufferstok untuk industri TPT. Selain memperpendek rantai impor kapas yang berbelit, gudang ini juga membuat pasokan kapas terjamin sehingga akan meningkatkan daya saing industri TPT,” terangnya.
No comments:
Post a Comment