Pengadaan Barang Jasa, Uang Muka, Jaminan dalam Pengadaan Barang Jasa, Buku Pengadaan, Buku Tender,Pengadaan barang, Perpres 54 tahun dan revisi/perubahan perpres 54, Pengguna Anggaran (PA), Para Pihak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP, PPHP, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Pengadaan Pelaksana Konstruksi, Pengadaan Konsultansi, Pengadaan Jasa Lainnya, Swakelola, Kebijakan Umum Pengadaan, Pengadaan Langsung, Pelelangan atau Seleksi Umum, Pengadaan atau Penunjukan Langsung, Pengadaan Kredibel, Pengadaan Konstruksi, Pengadaan Konsultan, Pengadaan Barang, Pengadaan Jasa Lainnya, Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, SKT Migas, Tenaga Ahli, HPS, Kontrak, Evaluasi, Satu/Dua Sampul dan Dua Tahap, TKDN, Sisa Kemampuan Paket, Kemampuan Dasar, Dukungan Bank, afiliasi, Konsolidasi Perpres 54 tahun 2010, e-katalog, Penipuan Bimtek e-Procurement Kasus Pengadaan Construction, Consultation, Goods, Services, Green Procurement, Sustainable Procurement, Best Practice Procurement, Supply Chain Management http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/search/label/kasus%20pengadaan

Saturday, August 18, 2018

Dikawalpun masih tidak beres - Pengadaan di Kotabaru

Bertahun menanti geliat pembangunan yang dijanjikan, tapi yang dialami rakyat Kotabaru malah kisruh birokrasi pelaksanaan anggaran daerah, sampai indikasi permainan proyek belasan miliar rupiah.
Belum lama tadi, Radar Banjarmasin menelisik proses lelang jalan Pelajau Baru - Pantai yang dianggarkan Rp12,7 miliar. Temuan terakhir mengejutkan. Dokumen pemenang lelang terindikasi diloloskan meski belum ada kepastian legalitas hukumnya.  Proyek ini sendiri dimenangkan PT Boga Jaya Tirta Marga pertengahan Juli tadi. Nilai tawar perusahaan yang beralamat di Buntok Kalimantan Tengah itu senilai Rp12,2 miliar.
Kontraktor yang kalah PT Arta Cipta Permata, melayangkan protes. Perusahaan yang menawar Rp10,7 miliar itu lantas mengirimkan surat sanggahan. Menuntut bukti bahwa pemenang benar-benar bisa bekerja, dan menanyakan di mana alat pemenang berada. Arta Cipta Permata perusahaan yang beralamat di Batulicin Tanah Bumbu, sebaliknya mengaku siap diperiksa semua dokumen dan alat mereka di lapangan.
 Pemerintah melalui panitia lelang Kelompok Kerja (Pokja) ULP menjawab di surat elektronik LPSE. Alat pemenang sudah diverifikasi. Bisa beroperasi, dan ada sertifikat resmi nya dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2017.
Tapi di mana alat bernama asphalt mixing plant (AMP) itu berada? Pokja tidak menjawabnya. Pokja hanya menulis alat itu milik PT Liman Jaya, yang memberikan dukungan alatnya kepada PT Boga Jaya Tirta Marga.
Kepala ULP Kotabaru Rahmad Nurdin saat dikonfirmasi Radar Banjarmasin pun tidak memberikan keterangan yang memuaskan. Pokoknya alat sudah diverifikasi Pokja di lapangan. Tapi dia pun tidak tahu dan tidak diberi tahu oleh Pokja di mana alatnya.
Jawaban Rahmad Nurdin tersebut kemudian memancing reaksi publik. Dugaan ada permainan pun terdengar. Publik menduga, panitia tidak berani menjawab di mana alat berada karena alatnya bermasalah.
Baru pada 30 Juli tadi, Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotabaru Agung Nugroho mengatakan kepada Radar Banjarmasin, bahwa alat tersebut berada di Batulicin Tanah Bumbu. Tepatnya di Gunung Tinggi dekat kantor kejaksaan. Kejari Kotabaru dalam hal ini merupakan Tim TP4D (Pengawal, Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah) Kotabaru.
Agung mengatakan, alat tersebut bisa beroperasi. Dia lantas memperlihatkan video berdurasi lima belas detik. Dalam video terlihat alat blower AMP berputar sebentar. Selain video, Agung juga memperlihatkan selembar fotokopi, tertulis Sertifikat Kelaikan Operasi Peralatan untuk PT Liman Jaya yang dikeluarkan Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) XI Banjarmasin, ditandatangani Kepala Balai Sugiyartanto MT pada tanggal 3 Oktober 2017.
Puas kah publik dengan informasi dari Kejaksaan Negeri Kotabaru? Ternyata malah sebaliknya. Alat AMP posisinya persis di pinggir jalan Lingkar Batulicin, tempat lalu lalang banyak pegawai Pemkab Tanah Bumbu yang berangkat dari Batulicin ke areal perkantoran di Gunung Tinggi. Banyak warga mengatakan, alat tersebut sudah tidak beroperasi sejak tahun 2008 silam.
Kepada Radar Banjarmasin, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tanah Bumbu, Rahmad, membenarkan alat sudah lama tidak beroperasi. Di instansinya pun tidak ada izin UKL UPL alat tersebut terdaftar. Lanjut Rahmad, meski pun dulu ada izin lingkungannya tapi karena lama tidak aktif, maka izin jadi kedaluwarsa.
Pengakuan Rahmad kemudian coba dikonfirmasi ke BBPJN XI Banjarmasin. Wartawan mengontak Sugiyartanto MT yang namanya tertulis dalam fotokopi sertifikat sebagai Kepala BBPJN. Tanggal 2 Agustus, melalui pesan WhatsApp, Sugiyartanto mengatakan dirinya sejak 2017 sudah tidak lagi menjabat sebagai Kepala BBPJN XI.
Namun saat dikirimkan foto fotokopi sertifikat, pada tanggal 5 Agustus, Sugiyartanto memberikan pernyataan yang mengejutkan. Sertifikat tersebut katanya terindikasi tidak beres. Apa yang tidak beres, apakah tanda tangannya dipalsukan? Sayang, Sugiyartanto enggan menjelaskan rinci. Hingga sampai saat ini, wartawan belum bisa mendapatkan keterangan dari BBPJN XI.
Dari informasi di kalangan kontraktor, BBPJN XI disebut-sebut tidak ada lagi mengeluarkan sertifikat AMP untuk wilayah Kotabaru dan Tanah Bumbu di tahun 2017. Diketahui kemudian Sugiyartanto MT sekarang menjabat sebagai Direktur Jalan Bebas Hambatan, Perkotaan Dan Fasilitas Jalan Daerah Direktorat Jendral Bina Marga.
Sementara itu, pada saat bersamaan, ketika mendapat keterangan dari Sugiyartanto, Radar Banjarmasin segera meneruskannya kepada Kejari Kotabaru. Kasi Intel Agung Nugroho mengatakan, akan memeriksa kebenarannya ke BBPJN XI. Dia mengaku yang diberikan Pokja ULP Kotabaru memang hanya fotokopi sertifikat.
Siapa sebenarnya pemilik alat PT Liman Jaya? Informasi di lapangan, alat tersebut dulunya punya Haji Tare. Pengusaha sukses asal Batulicin.
Anak Haji Tare yang bekerja jadi anggota DPRD Kotabaru, Norhaida kepada Radar Banjarmasin mengatakan, ayahnya sudah menjual alat tersebut. Ditanya berapa harga, kapan dijual dan kepada siapa, Norhaida tidak tahu. Ayahnya katanya, belum bisa meladeni wartawan, dalam keadaan kurang sehat sedang proses pengobatan.
Ketika Radar Banjarmasin kemudian mengejar perkembangan masalah dokumen tersebut, saat ditemui wartawan Jumat (10/8) tadi, Agung Nugroho yang sebelumnya mengatakan akan ke BBPJN XI terkesan malah bersikap pasif. Dia mengatakan, menunggu dulu informasi dari Pokja apakah ada atau tidak dokumen aslinya.
Tugas dia katanya hanya sebatas melakukan pendampingan. Memastikan apakah proses lelang dan pekerjaan sesuai hukum yang berlaku. Juga memastikan apakah mutu pekerjaan sesuai dengan kontrak.
Tak ayal, sikap pasif Kejari terkait pembuktian dokumen pun mendapat kritikan publik. Warga menilai, sikap tersebut justru membuang-buang waktu berjalan anggaran. Tidak perlu kata warga ada pengawalan jaksa jika masalah dokumen saja berlarut-larut.
"Dari awal, sejak di pertengahan Juli indikasi ada yang tidak beres sudah terlihat. Mengapa tidak sekalian di masa itu diverifikasi semua oleh jaksa. Kalau begini, sudah mau pertengahan Agustus dan misalnya nanti sertifikat alat memang bermasalah seperti kata Sugiyartanto, maka rugi waktu menunggu," kata Asmi warga yang alamat KTP nya di Kotabaru.
Masalah tidak berhenti di sana. Di tengah kejengkelan publik karena masalah transparansi lelang bukan sekali ini terjadi di Kotabaru. Pemerintah pun terkesan menutup diri.
Sekretaris Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kotabaru, Suprapti Tri Astuti, yang kata Agung sering berkoordinasi dengan dirinya soal proyek pembangunan jalan, saat coba diminta tanggapannya, Jumat (10/8) tadi, hanya berlalu di hadapan wartawan seraya mengatakan: "saya tidak terima (tamu)".
Sikap tertutup Astuti ini bukan sekali dua dialami wartawan. Keluhan juga datang dari publik. Salah satu kontraktor asal Kotabaru yang sukses di Kaltim, Yus Iskandar, juga berkali-kali mengeluhkan sikap tertutup Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air ketika ada masalah proyek.
Menurut Yus, seharusnya pejabat publik memberikan informasi seterang-terangnya terkait proses penggunaan anggaran publik. "Saya di sini netral, tidak ikut sana atau sini. Tapi memang semestinya ada keterbukaan informasi, karena hak rekanan dan publik untuk tahu," ujarnya.
Senin (13/8) sore, Radar Banjarmasin mencoba kembali mencari informasi di Bina Marga dan Sumber Daya Air. Kata penerima tamu Kepala Dinas Johan Ariffin dan Sekretaris Suprapti Tri Astuti sedang dinas luar. Sementara Kabid Jalan Jumadikari, ke Inspektorat Kotabaru, ada pemeriksaan. Sementara Agung Nugroho ditanya melalui pesan singkat, mengatakan belum ada perkembangan.
Mengapa pekerjaan jalan di Kotabaru lamban, bahkan jelang akhir tahun masih ada lelang bermasalah? Informasi yang Radar Banjarmasin dapatkan dari internal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, berkas untuk lelang pekerjaan sudah masuk terakhir di akhir triwulan pertama tahun ini. Keterlambatan kata salah satu pejabat di Bina Marga posisi jabatan Kepala Seksi, ada di ULP.
Sekadar diketahui, dalam triwulan pertama dan ke dua tahun 2018 ini, terjadi tiga kali pergantian Kepala ULP. Johannor digantikan AM Zen, Kemudian terakhir Rahmad Nuridin yang ditempatkan di sana. Juga semua proyek jalan di Pulau Laut (pulau utama di Kabupaten Kotabaru) diulang, kemudian beberapa digelar lagi, namun akhirnya dipangkas nilainya. 
 Keraguan Publik Jadi Kenyataan
 Selain di Bina Marga, proyek gemuk yang juga ditengarai bermasalah ada di Dinas Pariwisata. Salah satunya adalah proyek pelebaran lantai Siring Laut. Nilai anggaran Rp14,3 miliar.
Di bulan April tadi, ramai publik membahas mega proyek yang nanti dikerjakan tepat di jantung kota tersebut, di depan kantor bupati. Kontraktor PT Lidy's Artha Borneo yang menawar Rp12,6 miliar melayangkan protes. Mengapa panitia memenangkan perusahaan PT Duta Ekonomi yang dukungan alatnya berada di Sampang Jawa Timur.
Keraguan PT Lidy's dan publik di Kotabaru bukan tanpa alasan. Tahun 2017 silam, beberapa proyek gemuk terbengkalai, karena kontraktor kesulitan mendatangkan alat. Untuk proyek Siring Laut, Duta Ekonomi menawar Rp13,6 miliar.
Pokja ULP Kotabaru kemudian menjawab sanggahan Lidy's. Dalam jawaban tertulisnya, Pokja tidak memberikan bukti keberadaan alat batching plant dan kapal pengangkut alat milik PT Duta Ekonomi. Pokja hanya menjawab Lidy's gugur karena tidak mencantumkan sertifikat ISO 2015.
Menariknya, mega proyek ini juga didampingi Kejaksaan Negeri Kotabaru. Kasi Intel Kejari Agung Nugroho kemudian menunjukkan dokumentasi verifikasi alat di lapangan yang dilakukan Pokja. Namun kepada Radar Banjarmasin, dia juga mengaku heran mengapa Lidy's tidak mencantumkan ISO 2015. Dari informasi yang diterima Agung PT Lidy"s ternyata memiliki ISO 2015 tersebut.
Kepada Radar Banjarmasin, perwakilan PT Lidy's, Madi mengaku kesalahan teknis. "Kami ke selip. Tidak ter-upload ISO nya, cuma kesalahan teknis. Tapi sayangnya kami langsung digugurkan, tidak diverifikasi dulu," keluhnya
Pun begitu Agung Nugroho mengatakan. Pokja benar sudah memverifikasi alat PT Duta di Sampang dan daerah lainnya di Jawa Timur. Baik Jaksa atau Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Khairian Ansyari waktu itu sama optimis pekerjaan bisa dikerjakan pemenang lelang. Kontrak proyek pun digelar di bulan Mei. Targetnya Juni sudah bekerja di lapangan, atau awal Juli.
Namun ternyata, hingga Agustus ini belum ada riak-riaknya, hanya ada spanduk di Siring bertulisan proyek dikawal Tim TP4D.
Dan akhirnya keraguan publik terbukti. PT Duta Ekonomi tidak bisa mendatangkan alat yang ada di Sampang Jawa Timur. Kabid Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Via, Kamis (9/8) tadi mengatakan alat batching plant nanti dicari yang berada dekat pekerjaan.
Sementara itu jika perusahaan harus membangun alat sendiri, estimasinya untuk fondasi batching plant akan memakan waktu sekitar dua bulan. Batching plant diperlukan nanti untuk membuat adukan semen sesuai mutu yang disyaratkan.
Posisi perusahaan, kata Via, sedang mempersiapkan penyeberangan tiang pancang. Kapal pengangkut tiang sedang antre di pelabuhan Gresik. Jumlah tiangnya sekitar 620 buah. Normalnya kata Via, dalam sehari perusahaan bisa memasang tiga tiang, kalau sudah bekerja.
Dengan kata lain, jika setiap hari bisa memasang tiang tanpa terkendala arus laut dan cuaca ekstrem, maka perusahaan baru bisa menyelesaikan pekerjaan dalam waktu hampir tujuh bulan. Otomatis dengan lama tujuh bulan pekerjaan bisa dipastikan gagal. Krena kontrak habis di akhir tahun nanti.
Itu baru tiang, belum pengecoran yang materialnya harus diolah dengan alat batching plant.
Agung Nugroho kepada Radar Banjarmasin, Jumat (10/8) tadi mengatakan, perusahaan ditarget sampai tanggal 17 Agustus paling lambat harus sudah bekerja di lapangan.
Disampaikan informasi ini kepada publik, kritikan pedas pun dilayangkan kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta kejaksaan. "Pengalaman tahun lalu sudah terbukti. Perusahaan luar yang alatnya jauh selalu kesulitan menyelesaikan pekerjaan. Kalau begini terus tiap tahun, mau jadi apa pembangunan di Kotabaru. Saya tidak mengerti," ucap tokoh masyarakat di Pulau Laut Tanjung Selayar, Syaripuddin tidak mampu menyembunyikan mimik kecewa

http://m.kalsel.prokal.co/read/news/16834-menelisik-dugaan-permainan-tender-proyek-di-kotabaru.html

No comments:

Post a Comment