Kasus dugaan korupsi Merger PD BPR NTB terus berlanjut. Kemarin (2/8) majelis hakim mengkonfrontir dua saksi kunci pada kasus tersebut. Yakni, Sadikin Amir selaku anggota tim konsolidasi bidang SDM dan Harianto selaku anggota tim IT.
Sidang yang dipimpin AA Gusti Ngurah Rajendra, Abadi, dan Fathurrauzi dimulai pukul 11.30 Wita. Sadikin Amir yang dicecar pertanyaan terlebih dahulu.
Dihadapan majelis hakim, Sadikin mengaku dirinya bertugas sebagai perancang struktur organisasi BPR. Lalu ia ditanyadasar merancang struktur organisasi BPR dan menjadikan Manggaukang sebagai komisaris.
Namun, jawaban Sadikin tidak konsisten. Dia mengelak kalau melakukan penunjukkan Manggaukang sebagai komisaris. "Tanggung jawab saya pada direksi ke bawah bukan penunjukkan komisaris," kata Sadikin dihadapan Majelis Hakim.
Bahkan ketika ditanyakan terkait kegiatan tim konsolidasi, Hakim semakin geram. Jawabannya dianggap tak relevan dengan pertanyaan.
Setelah dicecar, baru Sadikin menjawab pertanyaan majelis hakim. Sadikin mengatakan, kegiatan tim konsolidasi itu ada 20. Ketika diperjelas kegiatan tersebut, Sadikin tidak bisa menjawab satu pun. ”Saya tidak ingat,” ujarnya.
Pada sidang kedua, Harianto mengungkap pengadaan server yang saat ini ditempatkan di PD BPR Loteng. Server tersebut bernilai Rp 468 juta.
Pengadaan server itu ternyata tidak melalui tender. Perusahaan PT USI ditunjuk sebagai pembeli barang melalui LPSE (pembelian E-katalog). ”Ditunjuk langsung tanpa ditender,” kata Suhardi dengan suara terbata-bata.
Dia mengaku penunjukkan langsung itu dilakukan atas rekomendasi dari terdakwa Mutawali. ”Saya tidak mendapatkan persetujuan dari terdakwa Ikhwan,” ucapnya.
Dia mengaku, kalau pengadaan server itu awalnya menggunakan uang muka Rp 50 juta dari anggaran tim konsolidasi. Namun, setelah server itu terkirim, Wakil ketua tim konsolidasi Mutawali tidak memiliki anggaran untuk menutupi sisa pembayaran. ”Sehingga, PD BPR Selong lah yang melunasi pembayaran itu,” bebernya.
Penasihat hukum terdakwa Ikhwan, Fadil SS mengatakan, semua sudah terang benderang. Bahwa Ikhwan selaku ketua tim konsolidasi tidak mengetahui sama sekali pengadaan server. ”Seharusnya, dia (Ikhwan,Red) selaku ketua harus mengethui pengadaan itu,” kata Fadil.
Menurutnya, Ikhwan adalah korban dalam kasus ini. Seharusnya, bukan dia yang kena dalam kasus tersebut. ”Manggaukang yang harus kena,” ungkapnya.
Begitu juga dengan penasihat hukum Mutawali, Umayyah mengatakan, dari keterangan saksi di awal, semua menyebut manggaukan g yang menikmati uangnya. ”Tetapi kok, tidak disentuh hukum,”
No comments:
Post a Comment